
Serabi Notosuman, Cita Rasa dari Masa ke Masa
Kalau kamu pernah main ke Kota Solo containerhomesportugal.com , pasti tahu dong sama yang namanya Serabi Notosuman. Jajanan satu ini udah jadi ikon kuliner yang legendaris banget. Nggak cuma warga lokal, wisatawan dari luar kota pun sering rela antre demi bisa menikmati serabi ini langsung dari tempat aslinya.
Serabi Notosuman itu udah eksis sejak zaman dulu, tepatnya sekitar awal tahun 1920-an. Bayangin aja, udah hampir seabad lamanya serabi ini tetap eksis dan dicintai banyak orang. Bukan cuma karena rasanya yang khas, tapi juga karena tradisi dan keaslian resep yang tetap dipertahankan sampai sekarang.
Asal Usul Nama “Notosuman”
Buat kamu yang penasaran, kenapa sih namanya Serabi Notosuman?
Jadi, nama ini diambil dari nama jalan tempat asal pembuat pertamanya, yaitu Jalan Notosuman (sekarang dikenal dengan Jalan Mohammad Yamin, Solo). Dari situlah nama “Serabi Notosuman” melekat sampai sekarang.
Serabi ini pertama kali dijual oleh pasangan suami-istri bernama Tuginem dan Harjo Wiyono. Awalnya cuma dijajakan secara sederhana di depan rumah. Tapi karena rasanya enak banget dan bikin nagih, lama-lama jadi terkenal ke mana-mana. Sekarang, generasi penerusnya masih menjaga cita rasa dan cara masaknya supaya tetap sama kayak dulu.
Rasa Klasik yang Nggak Tergantikan
Yang bikin Serabi Notosuman beda dari serabi biasa adalah bahan dan cara masaknya. Serabi ini dibuat dari adonan tepung beras, santan kelapa, dan gula, lalu dimasak di atas wajan kecil dari tanah liat. Tanpa minyak, tanpa tambahan modern—semuanya serba tradisional.
Ada dua varian rasa klasik yang paling populer:
-
Serabi Original (Putih) – rasanya gurih dan lembut, pas banget buat kamu yang suka cita rasa santan kelapa yang kuat.
-
Serabi Cokelat – tambahan cokelat meleleh di atasnya bikin serabi ini punya rasa manis legit yang khas.
Tekstur serabinya juga unik. Pinggirannya agak kering dan renyah, tapi bagian tengahnya lembut dan basah. Kombinasi itu yang bikin setiap gigitan terasa istimewa.
Proses Pembuatan yang Masih Tradisional
Sampai sekarang, proses pembuatan Serabi Notosuman masih setia pakai cara lama. Para penjualnya memasak serabi di atas tungku arang dengan cetakan tanah liat. Wangi arang yang khas itu justru jadi salah satu rahasia aroma menggoda dari serabi ini.
Setiap serabi dimasak satu per satu dengan penuh kesabaran. Waktu matangnya juga nggak lama, sekitar dua menit per serabi. Begitu matang, serabi langsung digulung pakai daun pisang biar aromanya makin sedap dan tetap hangat waktu dibawa pulang.
Lokasi dan Cara Menikmati Serabi Notosuman
Kalau kamu mau nyobain langsung serabi legendaris ini, datang aja ke Jl. Mohammad Yamin No. 28, Solo. Di sana kamu bisa lihat langsung proses pembuatannya sambil menikmati aroma serabi yang baru matang.
Biasanya, serabi dijual per bungkus isi 10 biji. Harganya masih ramah di kantong, dan cocok banget buat oleh-oleh.
Serabi Notosuman paling enak dimakan selagi hangat, ditemani secangkir teh manis atau kopi hitam. Tapi kalau mau disimpan, bisa juga dimakan dingin—teksturnya tetap lembut dan rasa manis gurihnya nggak hilang.
Kenapa Serabi Notosuman Tetap Diminati?
Meski zaman udah modern, tapi Serabi Notosuman tetap punya tempat di hati para pecinta kuliner. Kenapa?
Karena jajanan ini bukan cuma soal rasa, tapi juga soal kenangan dan tradisi. Banyak orang yang dulu dibelikan serabi ini waktu kecil, sekarang balik lagi buat ngenalin ke anak-anak mereka.
Selain itu, di tengah banyaknya makanan modern dan kekinian, Serabi Notosuman tetap setia dengan resep turun-temurun. Justru keaslian itulah yang jadi daya tariknya.
Kesimpulan: Warisan Kuliner yang Patut Dijaga
Serabi Notosuman bukan sekadar jajanan, tapi warisan kuliner khas Solo yang sudah melewati zaman. Dengan rasa gurih manis yang khas, cara masak tradisional, dan aroma yang menggoda, pantas aja kalau jajanan ini masih jadi favorit sampai sekarang.
Jadi, kalau kamu lagi ke Solo, jangan lupa mampir dan cobain langsung. Karena belum sah rasanya ke Solo kalau belum menikmati Serabi Notosuman yang legendaris ini!